Makam Batu Layang atau Makam Raja-raja dari Kerajaan Pontianak ini awalnya dibangun oleh Raja Pertama (Sultan Syarief Abdurrachman Alqadrie) sampai Raja terakhir Kerajaan Pontianak ini Yaitu Sultan Hamid II. Selain Itu Juga Dibangun oleh beberapa keluarga raja. Makam Batu Layang ini biasanya ramai dikunjungi khususnya pada Hari Besar Islam oleh masyarakat setempat atau bahkan dari kabupaten-kabupaten yang ada disekitar kalimantan barat. Makam Batu Layang ini terletak kurang lebih 2 kilometer dari Tugu Khatulistiwa kota Pontianak kalimantan Barat.
Di kompleks Makam Batu Layang ini juga dimakamkan para permaisuri dan pangeran Kesultanan Kerajaan Pontianak. Makam Batu Layang telah dibangun sejak masa pemerintahan Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie (1771-1808 Masehi) yaitu Raja pertama dari kerajaan Pontianak ini. Keberadaan Makam Batu Layang ini tidak bisa dipisahkan dari didirikannya Kota Pontianak oleh Syarief Abdurrahman Alkadrie yang kemudian menjadi raja pertamanya.
Makam Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie, pendiri Kesultanan Kadriah Pontianak, terlihat menjadi sentral dari areal
Makam Batu Layang ini. Makam Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie ini terletak di tengah, lurus dengan jalan ketika para pengunjung akan memasuki kompleks permakaman. Makam Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie ditempatkan di ruangan tersendiri yang mirip dengan bunker kecil sehingga para pengunjung yang akan memasuki makam tersebut harus menundukkan kepala. Yaitu dengan maksud agar pengunjung yang masuk ke Makam Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie memberi penghormatan terhadap Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie.
Kebanyakan Makam para sultan di Makam Batu Layang ini mempunyai warna nisan yang sama, yaitu berwarna emas. Selain itu, nisan-nisan di permakaman ini juga ditulisi huruf Arab yang melambangkan bahwa Kesultanan Kadriah Pontianak memang bernafaskan Islam. Hal ini sesuai dengan sejarah pendirian Kesultanan Kadriah Pontianak oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie, yang merupakan seorang ulama dari daerah yang bernama Hadramaut, Yaman Selatan. Perpaduan warna kuning (emas) yang melambangkan warna khas Melayu dipadu dengan tulisan Arab yang bernuansa Islam menunjukkan bahwa Kesultanan Kadriah Pontianak dibangun berdasarkan percampuran budaya, setidaknya didominasi oleh dua kebudayaan, yaitu Arab dan Melayu. Cerminan perpaduan kebudayaan ini bahkan terbawa pada bentuk nisan dan makam yang ada di Batu Layang ini. Di luar kompleks permakaman, tampak gundukan batu yang dicat dengan warna hijau. Gundukan inilah yang disebut sebagai Batu Layang. Di dekat Batu Layang, terdapat sebuah meriam yang dicat dengan warna kuning.
Makam Batu Layang adalah tempat permakaman bagi para sultan di Kesultanan Kadriah Pontianak. Tempat ini menyimpan bukti sejarah tentang kebesaran Kesultanan Kadriah dan cikal bakal berdirinya Kota Pontianak. Arsitektur bangunan (nisan) yang merupakan perpaduan budaya Islam dan Melayu jelas terlihat di makam ini. Makam para sultan di Kesultanan Kadriah Pontianak terletak di daerah yang bernama Batu Layang, kira-kira berjarak 15 kilometer dari muara Sungai Kapuas atau 2 kilometer dari Tugu Khatulistiwa di Batu Layang, Pontianak.Pengunjung yang akan berziarah ke Makam Batu Layang tidak dipungut biaya masuk.Makam Batu Layang bisa dicapai dengan menggunakan mobil sekitar 15 menit dari Tugu Khatulistiwa. Bisa pula ditempuh dengan menggunakan transportasi air berupa sampan dari Pelabuhan Kota Pontianak dengan tarif Rp 10.000,00 sekali jalan.
Di luar kompleks permakaman, terdapat surau yang bisa digunakan untuk sholat sekaligus mendoakan arwah para sultan dan keluarga sultan yang telah dimakamkan di Makam Batu Layang. Selain surau, di sekitar makam juga terdapat warung-warung kecil yang menyediakan berbagai makanan dan minuman untuk melayani para pengunjung yang ingin makan dan minum.
0 comments:
Post a Comment